Thursday, June 6, 2024

Guru Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

Kita jadi bisa menulis dan membaca karena siapa
Kita jadi tahu beraneka bidang ilmu dari siapa
Kita jadi pintar dibimbing pak guru
Kita bisa pandai dibimbing bu guru
Gurulah pelita penerang dalam gulita
Jasamu tiada tara

Foto dokumen pribadi perayaan Hari Guru di SDIT Al Ittihad Pekanbaru.

Pekan lalu, Ibuku baru saja pulang dari kota Medan. Beliau kesana dalam rangka mengunjungi adiknya yang akan berangkat haji tahun ini. Seperti biasa, sesampainya di rumah, sambil menikmati oleh-oleh khas kota Medan, kami pun berdiskusi tentang kabar seluruh keluarga disana. Dan saat itulah Ibuku mulai bercerita tentang Ainun, salah satu sepupuku.

“Si Inun itu lho, kasihan kali lah dia itu, guru honorer, gaji cuma 1,1 juta, dibayarnya pun per enam bulan.” ujar Ibuku dengan logat khas Medan.

“Wah, masak sih, Nek? Dibayar per enam bulan?” jawabku terkejut dan tak percaya.

“Iya, kasihan kan. Makanya itu, terpaksa lah dia ngambil-ngambil les kesana kemari, untuk biaya sampingan, tambah-tambahan.” ujar Ibuku menambahkan.

Dan akupun terdiam. Jumlah uang yang biasanya hanya cukup untuk aku sekali belanja di supermarket saja, untuk Ainun sudah merupakan besaran gaji satu bulan. Belum lagi, dia adalah ‘single parent’ dengan satu anak. Sungguh tak mudah perjuangannya untuk mencukupi segala kebutuhan dia dan anaknya dari gaji honorer yang didapatkannya.

Rasa geram muncul di hati, mengingat seminggu sebelumnya, aku baru saja melihat berita di televisi tentang seorang Menteri yang mengangkat biduan Wanita menjadi pegawai honorer di Kementriannya dan dibayar sepuluh juta per bulan. Dan yang lebih parahnya lagi, pegawai honorer itu hanya masuk sebanyak dua kali dalam setahun tetapi tetap terus menerima gaji.

Padahal menurut saya seorang guru honorer adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Dapat dibayangkan, berapa banyak anak bangsa yang telah mereka didik, dengan segala keterbatasannya. Bayangkan berapa guru honorer yang dapat dibayarkan dari gaji seorang pegawai honorer di Kementrian yang bahkan tidak pernah masuk kantor tersebut.

Banyak kisah-kisah pilu dari perjuangan para guru honorer di negeri kita. Sebagian dari mereka harus menempuh berkilo-kilo meter jauhnya untuk mencapai sekolah dengan berjalan kaki. Tak sedikit pula yang harus melalui medan yang berat, menembus hutan, menyeberangi sungai, dan lain sebagainya.

Pembayaran upah yang tak selalu rutin setiap bulan pun membuat mereka memutar otak mencari solusi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya agar dapur tetap selalu mengebul. Ada yang harus menyambi sebagai kuli angkut batu di waktu senggang untuk mencari tambahan biaya hidup, ada yang menyambi menjadi guru les di luar waktu sekolah, ada yang sambil berjualan, ada yang menjadi petani gula kelapa, dan lain sebagainya.


Seorang petani gula aren atau penyadap, Samsul saat mengambil air pucuk kelapa di Desa Sumber Jaya, Tegalbuleud, Sukabumi, Jawa Barat, Sabtu (11/5/2024) (Foto: RRI/ Rizki Supermana). Dikutip dari https://www.rri.co.id/features/683799/perjuangan-guru-honorer-panjat-100-pohon-kelapa-sehari

Tetapi, dibalik segala perjuangan keras itu, detik ketika mereka menginjakkan kakinya di sekolah, mereka akan menjadi guru yang bersahaja, guru yang selalu semangat mendidik para muridnya, mencetak generasi penerus bangsa Indonesia. Terima kasih Bapak dan Ibu Guru, jasamu tiada tara.

 

 

 


No comments:

Post a Comment

Isu Yang Meresahkan

  Isu Kemanusiaan Bikin Baper   Siswi SMP dipergoki sedang menerima panggilan pria hidung belang. Seorang anak tega membunuh ibunya ka...