Rabu pagi, 4 Februari 2016.
Ditengah-tengah aktivitas di
kantor, ketak-ketik keyboard,
tiba-tiba iphone bergetar, gue lirik ke layar iphone, masuk pesan Whatsapp dari
Kakak kedua gue, Mbak Titi, alias Mbat.
Sesibuk-sibuknya gue kerja, gue
paling nggak mungkin nggak buka pesan yang datangnya dari keluarga.
Berikut isi whatsapp nya..
“Keren nih transtv”
“Acara basa basi nya cici panda”
“Tema nya anakku gadget addict”
“Kayak qila yang diambil
gadget,trs dia nangis”
“Maksimal anak main gadget
2jam/hari”
“Anak diatas 2thn dibatasi
2jam/hari. Per 30 menit istirahat”
“Efek penggunaan gadget berlebihan
: gangguan pendengaran, mengurangi kepekaan terhadap lingkungan, mata kering,
nyari punggung”
“Penyakit yang menyerang anak
dalam penggunaan gadget berlebihan : Nomophobia, texting thumb (tendinitis),
insomnia”
“Terlalu banyak nonton tv pun nggak bagus kata dokter anaknya”
Pertama kali baca, sekilas aja,
karena lagi sambil serius kerja. Baca kedua kali, mulai deh, kerja sambil agak
kepikiran. Baca ketiga, bener-bener baca, dan stop kerja. Mulai deh, galau ala ibu-ibu muda jaman sekarang, agak feeling guilty karena sampai sekarang
masih meninggalkan anak di rumah dan ‘mempercayakan’ perkembangannya kepada si
Mbak. Memang sih… semua under
perintah dari saya sebelum berangkat kerja, tentang apa saja yang harus
dilakukan Aqila hari ini, tetapi we never
know what really happens in home kan… selama kita nggak lihat langsung
dengan mata kepala sendiri via CCTV misalnya.
Issue mengenai hubungan istimewa antara anak dengan gadget memang kerap kali menjadi
pembicaraan yang hangat di kalangan ibu-ibu muda. Banyak penelitian dilakukan dan
hasil studi diterbitkan oleh para Dokter Anak dan Psikolog untuk mengetahui
kelebihan dan kekurangan serta batasan-batasan kewajaran dalam penggunaan gadget pada anak-anak.
Saya sendiri mulai meperkenalkan gadget pada Aqila ketika ia memasuki
usia satu tahun empat bulan. Ipad adalah gadget
yang saya perkenalkan. Didalamnya saya download
mostly aplikasi nursery rhymes
dan games untuk anak-anak balita.
Tidak ada batasan khusus mengenai kapan waktu nya boleh main ipad dan tidak
juga saya batasi durasi nya. Saya bebas-bebas saja…
Ipad kemudian menjadi semacam ‘senjata’
ampuh untuk Aqila agar bisa diam saat makan, minum susu dan saat kita sedang
makan di restoran. Sepertinya sangat membantu bukan? Bayangkan, makan, minum
susu dan acara di restoran ‘bebas’ dari segala ‘gangguan’.
Sampai pada akhirnya, sekitar
bulan dua bulan yang lalu, saat usia Aqila memasuki dua tahun setengah atau
kurang lebih satu tahun sejak gadget
diperkenalkan kepadanya, saya memustuskan untuk berhenti memberikan ipad kepada
Aqila. Alasannya simple saja, saya
lihat Aqila cenderung menjadi cengeng dan mudah marah dengan kebiasaannya
bermain ipad.
Segala sesuatu yang ada di dalam
ipad itu begitu mudah diperintah. Mau bukan aplikasi tinggal pencet, mau
digeser, tinggal geser, mau tutup aplikasi tinggal pencet, mau ubah aplikasi
tinggal pencet sana-sini. Kemudahan-kemudahan itulah yang pada akhirnya membuat
Aqila mudah menyerah dan marah ketika melakukan hal lain diluar gadget yang ia
rasakan sulit, misalnya, membuka kemasan, menarik benda, mengubah susunan
mainan, dll. Melihatnya marah-marah nggak jelas ketika menemukan kesulitan
membulatkan tekad saya untuk ‘melepaskannya’ dari ‘asyiknya bermain gadget’.
Cara melepasnya juga tidak susah,
saya hanya diam-diam menyimpan ipad ke dalam lemari. Alhamdulillah Aqila nggak
sampai kecarian juga, seolah lupa dengan ipad.
Memang, sesekali Aqila masih
bertemu dengan gadget, tapi bukan ipad nya, melainkan iphone Ayah atau Bunda
nya yang nggak sengaja terletak di tempat tidur *he he* atau gadget Nenek, Atok
atau Tante nya. Kalau hanya sesekali masih saya biarkan yang penting tidak
lama-lama, karena biasanya hanya saat weekend menginap di rumah Nenek.
Bagi Buibu pro gadget, saya akui,
banyak juga manfaat yang baik yang saya
lihat dari penggunaan gadget terutama
untuk kemampuan Bahasa inggris, alphabetical,
mengenal warna, hewan dan bentuk dalam Bahasa inggris. Sebagai gantinya, saya
kemudian memasang fasilitas youtube di tv kabel, setidaknya untuk mengganti
chanel Aqila harus meminta bantuan orang lain. Itu pun juga kini penggunaannya
mulai saya batasi.
Selain itu, mainan baru, seperti
cat air khusus untuk balita dan beberapa jenis permainan baru saya penuhi untuk
menyibukkan motorik dan daya imajinasi nya. Juga buku-buku cerita anak yang mengandung pesan moral. Saya biarkan dia lebih banyak main
masak-masakan dan berinteraksi dengan si Mbak selama saya tinggal bekerja.
Alhamdulillah perkembangan Aqila sejauh ini masih sesuai dengan fase umur nya.
Main masak-masakan favoritnya juga dapat membantu meningkatkan kecerdasan nya
dan terutama interaksi sosial dengan lawan mainnya.
No comments:
Post a Comment